
Jakarta, MitraKepolisian.com — Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Jakarta mendesak Komnas HAM agar memberikan perlindungan terhadap korban kejahatan perbankan yang semakin marak terjadi di Indonesia.
Desakan ini mengemuka usai kasus yang menimpa Endang Setia Handayani (56), seorang warga Pondok Aren, Tangerang Selatan, yang terancam kehilangan rumah akibat kelalaian Bank Rakyat Indonesia (BRI).
Endang menjadi penjamin kredit atas nama PT. Mitra Sempurna dalam pengajuan pinjaman ke BRI Cabang Tanah Abang. Dalam prosesnya, PBHI menilai BRI tidak menjalankan prinsip kehati-hatian sebagaimana diatur dalam UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, khususnya prinsip mengenal nasabah (Know Your Customer) dan sistem informasi debitur.
Ketua PBHI Jakarta, Muhamad Ridwan Ristomoyo, S.H., mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengajukan sengketa informasi ke Komisi Informasi Pusat (KIP) dengan nomor perkara 009/II/KIP-PSI/2025. Permintaan informasi tersebut mencakup sejumlah dokumen penting, seperti perjanjian kredit, sertifikat hak tanggungan, akta pendirian PT. Mitra Sempurna, hingga Surat Perjanjian Kerja (SPK). Namun, BRI menolak memberikan dokumen tersebut.
“Bagaimana mungkin rumah senilai tiga miliar rupiah dijadikan jaminan atas kredit lima miliar, tapi kini malah hendak dilelang hanya seharga Rp1,13 miliar oleh KPKNL Tangerang 1?” ujar Ridwan, mempertanyakan validitas proses appraisal yang dilakukan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP).
Hari ini, PBHI Jakarta secara resmi menemui pihak Komnas HAM untuk menyerahkan laporan pengaduan atas kasus tersebut. Rombongan PBHI diterima langsung oleh Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah. Dalam pertemuan itu, Anis menyatakan bahwa Komnas HAM menanggapi serius pengaduan PBHI Jakarta.
“Komnas HAM akan mendorong kasus ini ke ranah pidana karena terdapat dugaan pelanggaran hukum yang serius,” ujar Anis. Ia juga menyarankan agar PBHI segera membuat laporan resmi ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar aspek pengawasan terhadap perbankan bisa ditindaklanjuti secara kelembagaan.

PBHI menilai bahwa kelalaian semacam ini tidak hanya merugikan individu, tetapi juga berpotensi menimbulkan kerugian negara. Oleh karena itu, PBHI mendesak BRI untuk mengevaluasi dan menindak pegawai yang terbukti lalai, serta meminta pertanggungjawaban direksi dan komisaris yang seharusnya bertanggung jawab secara korporasi sebagaimana diatur dalam Pasal 1367 KUH Perdata.
Ridwan juga menegaskan bahwa tanggung jawab hukum tidak hanya berhenti pada level teknis atau operasional, tetapi juga harus menyentuh struktur kepemimpinan institusi perbankan.
“Komnas HAM harus segera memberikan perlindungan kepada korban seperti Ibu Endang. Kami juga mendorong Menteri BUMN Erick Thohir untuk mengevaluasi jajaran direksi BRI sesuai arahan Presiden Prabowo yang meminta perombakan direksi BUMN yang tidak kompeten,” jelasnya.
Sebagai langkah lanjut, PBHI Jakarta berencana membuka posko pengaduan bagi masyarakat yang menjadi korban kejahatan perbankan, sebagai bentuk konkret perlindungan hukum dan perjuangan hak asasi warga.
“Ini bukan hanya soal satu kasus, tetapi tentang bagaimana negara hadir dan melindungi rakyat dari praktik perbankan yang melanggar hukum dan hak asasi manusia,” tutup Ridwan.