Jakarta, MitraKepolisian – Protes publik terhadap seleksi Anggota BPK terus bergulir. Kali ini, kelompok mahasiswa yang mengatasnamakan Koalisi Mahasiswa Indonesia (KMI) pada Kamis (9/9) melaporkan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Komisi XI DPR dalam proses seleksi Anggota BPK.
Koordinator KMI, Abraham, menilai Komisi XI telah mempertontonkan pelanggaran terhadap UU BPK yang dilakukan secara terang benderang di muka publik. Meskipun seleksi Anggota BPK dilakukan melalui proses politik di DPR, Abraham mengecam karena hal itu dilakukan melalui cara-cara yang tidak etis lantaran menabrak ketentuan UU.
“Ini adalah tindakan moral kami selaku mahasiswa. Memanfaatkan ruang yang tersedia untuk mengingatkan para politisi DPR bahwa apa yang mereka lakukan sungguh-sungguh melukai konstitusi negara. Ini menjadi preseden buruk sepanjang sejarah pemilihan Anggota BPK. Akan diingat sampai ribuan tahun,” kata Abraham sesaat setelah memberikan laporan dugaan pelanggaran etik di MKD DPR pada Kamis (9/9).
Pelaporan ke MKD, kata Abraham, menjadi salah satu opsi yang diambil di samping akan menyiapkan gugatan warga negara (citizen lawsuit) dan gugatan PTUN.
“Apabila calon tidak memenuhi syarat benar-benar terpilih, kami mengajak komponen masyarakat untuk menggugat. Produk politik yang menabrak konstitusi wajib digugat secara hukum,” sambungnya.
Dalam pelaporannya, KMI memberikan data dan dokumen yang menguatkan dugaan pelanggaran etik Komisi XI. Dokumen tersebut antara lain:
Dokumen pengangkatan (SK) Harry Z Soeratin dan Nyoman Adhi Suryadnyana, surat Komisi XI ke Pimpinan DPR, surat Pimpinan DPR ke Pimpinan DPD, dokumen hasil pertimbangan DPD, surat permintaan fatwa MA dari Komisi XI, surat permintaan fatwa Pimpinan DPR, dokumen Fatwa MA, serta surat Pimpinan DPR yang menerangkan kedua nama mengikuti fit and proper test.
“Kami menegaskan ini bukan soal siapa, tapi soal bagaimana pemilihan Anggota BPK berjalan sesuai ketentuan. Karena itu, MKD perlu segera memproses laporan dugaan pelanggaran ini,” tambah Abraham.
Terakhir, KMI juga mengingatkan kepada Presiden Joko Widodo agar tidak menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) apabila Komisi XI tetap memilih calon bermasalah. “Ini bisa jadi jebakan buat Presiden Jokowi. Produk DPR yang cacat hukum jangan ditindaklanjuti Presiden. Nanti bisa timbul masalah yang lebih besar,” tutup Abraham.