Batam, MitraKepolisian.com — LSM LIRA (Lumbung Informasi Rakyat) bongkar mafia hukum di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang diduga melibatkan Dirjen Gakkum KLHK Rasio Ridho Sani, dan Direktur Pidana Gakkum KLHK Yazid Nur Huda. Praktik mafia hukum ini diduga tidak diketahui Menteri KLHK, Siti Nurbaya.
Hasil penelusuran yang dilakukan Tim Investigasi LSM LIRA ke Kantor Gakkum KLHK di Batam, Kepulauan Riau atas pemberitaan bahwa Gakkum KLHK tidak menjalankan Keputusan Pengadilan, menemukan titik terang atas pernyataan Sunardi, Koordinator Gakkum KLHK Kepri.
Sunardi adalah pihak yang melakukan penyegelan Kapal MT. Tutuk milik perusahaan PT. Pelayaran Nasional Jaticatur Niaga Trans anggota Hiplindo (Himpunan Pengusaha Lira Indonesia). Penyegelan itu dilakukan tanpa dasar sehingga perusahaan mengalami kerugikan $10.000 Dolar AS per hari.
“Dalam wawancara untuk meminta klarifikasi, Sunardi selalu menghindar saat ditanya tentang kenapa tidak laksanakan keputusan pengadilan. Ia malah menyodorkan dua nama yang bertanggung jawab yaitu Dirjen Gakkum dan Direktur Pidana KLHK,” tegas Presiden LSM LIRA (Lumbung Informasi Rakyat), HM. Jusuf Rizal di Batam, Kepri, Kamis (21/12/2023).
Secara kronologis dijelaskan Kapal PT. Pelayaran Nasional Jaticatur Niaga Trans anggota Hiplindo (Himpunan Pengusaha Lira Indonesia) bekerjasama sejak tahun 2021 dengan perusahaan Malaysia melakukan ekspor Fuel Oil dari Malaysia, transit melalui Pelabuhan Kepulauan Riau untuk kemudian diekspor ke Cina sebagaimana ketentuan yang berlaku.
Namun tahun 2022 Sunardi Cs Gakkum KLHK Batam, Kepri mendatangi kapal MT. Tutuk mengambil sampel Fuel Oil dan menyegel kapal secara sepihak, dengan menuduh Fuel Oil adalah limbah berbahaya dan beracun (B3) tanpa dasar. Padahal hasil uji laboratorium PT. Sucofindo disebut Fuel Oil bukan limbah B3.
Tidak terima adanya penyegelan yang dianggap tidak sesuai prosedur, PT. Pelayaran Nasional Jaticatur Niaga Trans lantas melakukan Pra Peradilan, dan Pra Pradilan itu dimenangi PT. Pelayaran Nasional Jaticatur Niaga Trans dengan keputusan tanggal 27 April 2022 antara lain:
1. Menyatakan tidak sah tindakan penyitaan terhadap muatan kapal MT. TUTUK GT. 7463 berupa Fuel Oil sebanyak 5.500.538 Kgm (-+ 5.500 ton) yang dilakukan oleh Termohon (KLHK)
2. Memerintahkan Termohon (KLHK) untuk mengembalikan muatan Kapal MT. TUTUK GT.7463 berupa fuel oil sebanyak 5.500.538 Kgm (-+ 5.500 ton) kepada keadaan semula sebelum dilakukan penyitaan;
3. Memerintahkan Termohon (KLHK) untuk membuka kembali pita kuning penyitaan yang dipasang oleh Termohon (KLHK) pada tank valve manifold (ujung lobang atas tangki kapal) kapal MT. TUTUK GT. 7463;
4. Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dilakukan oleh Termohon (KLHK) yang berkaitan dengan penyitaan terhadap muatan kapal MT. TUTUK GT.7463 berupa Fuel oil sebanyak 5.500.538 Kgm (-+ 5.500 ton);
Karena itu, LSM LIRA menduga ada praktek mafia hukum yang dilakukan Dirjen dan Direktur Pidana Gakkum KLHK dengan berkolaburasi meminta supervisi hukum ke Deputi III Bidang Hukum Kemenkopolhukam, Sugeng Purnomo. Namun Deputi III telah menyatakan tidak ada masalah.
“Dari sini LBH LSM LIRA bentuk tim guna mempelajari dari aspek Teknis dan Hukum. Materinya sedang dipelajari. Kita juga membentuk Tim untuk menelusuri kekayaan Dirjen dan Direktur Pidana,” tegas Jusuf Rizal, pria berdarah Madura Batak itu.
Masalah ini kelihatannya kian seru, tapi melihat track record LSM LIRA yang berani bongkar Korupsi Alkom dan Jarkom Mabes Polri, membuka Rekening Gendut 17 Pati Polri serta Rekening Gendur Banggar DPR RI, menghadapi Dirjen dan Direktur Pidana Gakkum KLHK, tidak terlampau berat mengingat Jusuf Rizal juga Relawan Jokowi-Ma’ruf Amin pada Pilpres 2019.
“Kami menduga ada mens rea (niat buruk) dalam kasus ini sehingga lebih dari setahun digantung. Kami mendesak agar pihak KLHK segera melaksanakan keputusan Pengadilan,” tegas Jusuf Rizal penggiat anti korupsi yang juga Ketum FSPTSI (Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia) yang membawahi tenaga kerja bongkar muat (TKBM) Pelabuhan.