Jakarta, MitraKepolisian.com – Mantan Tenaga Ahli (TA) Wakil Menteri Pertanian, Masagus Ferry Arifin, menilai Menteri Amran Sulaiman melakukan langkah konyol dan kontra-produktif dengan upaya pemerintah meningkatkan kinerja sektor Pertanian.
Ferry Arifin mengatakan, patut dicurigai ada motif tertentu di balik pernyataan Amran Sulaiman yang meminta jajaran Itjen Kementan memeriksa permintaan fee 20 persen dari para calo proyek.
“Pada satu sisi melihat tindakan Amran Sulaiman ini adalah hal yang positif karena menunjukkan komitmen beliau yang anti-KKN,” kata Bang Ferry.
“Tapi pada saat yang bersamaan, tindakan itu justru seperti meludah ke atas -yang akan memercik muka sendiri, dia hanya mempermalukan dirinya sendiri,” lanjut Bang Ferry dalam keterangannya kepada awak media, Minggu (8/9/2024).
Menurut Bang Ferry, ucapan Amran itu tanpa dia sadari justru merusak ritme kerja staf (anak buahnya) di Kementerian Pertanian RI
“Irjen itu kan memang sudah tugasnya begitu, pengawasan internal. Tanpa perintah pun, mereka memang harus melakukan itu (nama nya juga Irjen), yaa pengawasan internal,” ungkap Ferry.
Ia pun menilai Amran tak perlu berkoar-koar di media untuk menunjukkan komitmen pada pemberantasan korupsi.
Justru cara Amran yang bersuara di media membuat banyak orang curiga, sehingga kinerja para staf dan birokrat di Kementan menjadi tidak tenang dalam bekerja.
“Mengapa Amran ini harus teriak, dan teriak nya kenceng, di media lagi. Mau bikin sensasi, saya jadi curiga nih,” tandasnya.
Ferry merasa Amran Sulaiman hanya berambisi ingin memperpanjang masa jabatannya sebagai Mentan.
“Jadi pernyataan Amran Sulaiman hari ini, itu namanya ‘perampok teriak ada rampok,” tandasnya.
Ferry pun mengingatkan Amran bahwa para kader Partai Gerindra yang ada di Kementan bukan orang bodoh, yang tak paham manuver politik yang dipertunjukkan oleh Amran.
Justru Ferry menilai Amran sudah kena mental, bahkan panik karena ulahnya sendiri. Karena kalah pamor, lantas nekat-nekatnya dia merusak citra kementriannya sendiri.
“Para staf di kementerian pertanian itu adalah para birokrat yang profesional dan sangat patuh dengan atasan atau pimpinannya,” tegas Ferry.
Jika ada yang berani minta komisi atau fee 20 persen bahkan sampai 30 persen, itu hampir pasti orang-orang ring satu di sekitar Amran sendiri. Dan itu jelas sepengetahuan Amran juga,” tukas Ferry.
Saat ini, lanjut Ferry, para pejabat dan staf di kementerian pertanian sengaja dibuat linglung, bingung dalam bekerja, stress, penuh ketakutan karena berbagai kebijakan yang dibuat oleh Amran.
Bahkan Ferry menilai tak ada yang bermanfaat bagi petani dari kebijakan Amran Sulaiman, dan semua hanya menghambur-hamburkan biaya APBN.
Kejaksaan Agung dan KPK harus bergerak cepat mengumpulkan bukti-bukti korupsi, manipulasi bahkan nepotisme yang saat ini tercecer dan sangat mudah didapatkan ditemukan.
Ia menilai tidak terlalu sulit bagi aparat penegak hukum melacak dugaan korupsi itu. Minta saja keterangan dari para pejabat yang dimutasi oleh Amran Sulaiman sebagai Menteri.
“Mudah kok melacaknya, sangat mudah. 90% pejabat yang di mutasi oleh Amran beberapa waktu terakhir ini pasti bersedia buka mulut, jika dijamin keamanannya,” tandas Ferry.
“Biaya besar yang sudah dianggarkan oleh negara, pemerintah saat ini, justru dijadikan bancakan untuk cost politik anak yang bersangkutan maju saat Pileg yang lalu, dan saat ini adik Amran maju dalam Pilgub, selain juga menjadi menuver politik baginya sendiri,” tegas Ferry.
Ia menilai langkah hukum dari KPK dan Kepolisian diperlukan demi kepentingan para petani Indonesia.
Juga demi menjaga kredibilitas pemerintahan Jokowi-KH. Ma’ruf Amin yang sudah tercoreng, khususnya di sektor pertanian.
“Pemerintahan tercoreng akibat ulah Amran ini dengan cara menunggangi program oplah, pompanisasi, dan pengadaan alsintan yang sebenarnya bertujuan sangat baik bagi para petani,” tandas Ferry.
Sebelumnya, Mentan Andi Amran Sulaiman memerintahkan Itjen Kementan memeriksa pihak tertentu terkait kemungkinan calo atau broker pengadaan barang yang sengaja meminta fee 20 persen guna memperoleh kontrak.
“Hari ini saya memerintahkan kepada Irjen untuk melaporkan ke aparat penegak hukum terkait berita online, bahwa ada orang (calo/broker) yang menjanjikan kepada calon penyedia untuk memperoleh pengadaan di Kementan harus menyetor 15-20 persen dari nilai kontrak,” ujar dia dalam keterangannya yang dikutip awak media, Sabtu (7/9/2024).