Jakarta, MitraKepolisian — Masalah ODOL (Over Dimensi dan Over Loading) yang menjadi keluhan para pengemudi akan dibahas di acara Jambore Pengemudi Nasional (Jampenas) bersamaan dengan Deklarasi Hari Pengemudi Nasional (Harpenas) Pengemudi Indonesia, pada 22-23 Januari 2022 di Wiladatika, Cibubur, Jakarta Timur.
Kegiatan Jampenas tersebut digagas oleh Organisasi Driver-Biker-Ojek Kamtibmas Community (DBOKC) Mitra Kepolisian. DBOKC merupakan organisasi sayap FSPTSI-KSPSI yang mewadahi Driver-Biker-Ojek seluruh Indonesia. Ketua Umum FSPTSI adalah HM. Jusuf Rizal, Sementara Ketua DBOKC-FSPTSI Ika Restianti.
Menurut Jusuf Rizal yang juga Presiden LSM LIRA (Lumbung Informasi Rakyat) itu, isu ODOL ini akan menjadi perhatian serius DBOKC-FSPTSI, karena menyangkut banyak kepentingan, baik Pengemudi, Pengusahan dan Industri, Kepolisian, Kementerian Perhubungan, serta Kementerian PUPR (infstruktur).
ODOL merupakan istilah untuk pelanggaran kubikasi dan muatan truk angkutan barang. Fenomena ODOL jamak terlihat pada armada truk pengangkut komoditas vital seperti air minum dalam kemasan (AMDK), semen, baja, pupuk, dan banyak lainnya.
Menurut pria berdarah Madura-Batak itu, masalah ODOL ini sangat rumit karena masing-masing pihak memiliki kepentingan. Pengusaha dan industri ingin efektif dan efisien dalam transportasi barang, namun memberi dampak bagi keselamatan pengguna jalan maupun merusak infrastruktur jalan.
Berdasarkan data dari Kementerian PUPR, operasi ODOL yang kelebihan muatan telah merusak infrastruktur serta mencatat kerugian negara hingga Rp43,45 triliun per tahun.
Sebaliknya dari Korlantas Polri menyatakan pelanggaran ODOL menduduki peringkat ke empat dari 11 jenis pelanggaran lalu lintas yang mengakibatkan banyak korban jiwa, dan juga kerugian materiil yang tidak sedikit.
Dari sisi pelanggaran muatan di jembatan timbang ODOL berkontribusi sangat besar. Misalnya dari total 11.379 kendaraan yang masuk jembatan timbang, jumlah pelanggaran mencapai 81,07 persen.
Guna mengatasi hal tersebut Kementerian Perhubungan telah menerbitkan Surat Edaran Menteri Perhubungan nomor 21 tahun 2019, tentang pengawasan terhadap mobil barang atas pelanggaran ukuran lebih (over dimension) dan pelanggaran muatan lebih (over loading).
Kemudian mulai awal Januari 2023, pemerintah akan menetapkan kebijakan Zero ODOL guna mengatasi berbagai dampak akibat operasional ODOL yang dinilai menimbulkan kemacetan, kerusakan infastruktur, kerugian negara, dan kematian bagi para pengemudi serta masyarakat.
“Selama ini pemerintah hanya fokus bagaimana menertibkan ODOL terkait dengan industri, pengusaha dan pemilik barang, namun belum melibatkan peran dari para pengemudi sebagai ujung tombak. Karena itu DBOKC-FSPTSI mengambil peran,” tutur Jusuf Rizal yang juga Ketum Perkumpulan Wartawan Media Online Indonesia (PWMOI) itu.
Sementara, lanjut Jusuf Rizal dampak terbesar sangat dirasakan para pengemudi. Mereka hanya pengemudi. Dampak kebijakan Zero ODOL akan dirasakan langsung selain mereka juga rentang pungli di jalan raya.
Untuk itulah FSPTSI mengambil inisiatif mendudukkan para pihak yang berkepentingan, baik pemerintah, Kepolisian, Perhubungan, Kementerian PUPR, swasta pengusaha, DPR, MPR, DPD, akademisi maupun komunitas pengemudi mencari solusi yang solutif.
“Dalam waktu dekat setelah memperoleh masukan dari para pengemudi di Jampenas, kami agendakan bertemu dengan APINDO (Asosiasi Pengusaha Indonesia) guna membahas ODOL mengingat para pengusaha banyak yang menjadi anggota APINDO,” tegas Jusuf Rizal