Jakarta, MitraKepolisian.com — Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Transport Seluruh Indonesia (FSPTSI)-Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), HM. Jusuf Rizal, SH luncurkan KSPSI Institute guna mendorong peningkatan kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) pekerja dan buruh menghadapi revolusi industri.
Kepada media di Jakarta, pria berdarah Madura-Batak yang juga sebagai Ketua Harian KSPSI itu mengatakan, kondisi tenaga kerja dan buruh saat ini tidak sedang baik-baik saja. Masih tingginya angka pengangguran dan makin banyaknya PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) menjadi indikator yang harus menjadi perhatian semua pihak.
“Saat ini masalah Ketenagakerjaan makin kompleks. Tidak hanya karena penguruh dan imbas geo politik, tapi juga setidaknya ada lima faktor. Ini harus menjadi komitmen Tri partit yaitu Pemerintah, Pengusaha, dan Para Pekerja,” tegas Jusuf Rizal.
Jusuf Rizal pun menjabarkan lima faktor terkait masalah Ketenagakerjaan di Indonesia, yakni:
Pertama, adanya Revolusi Industri membuat perubahan kebutuhan tenaga kerja dari padat karya kepada padat tehnologi, termasuk Artificial Intelligence (AI).
“Revolusi Industri ini jika tidak diantisipasi sejak dini akan menimbulkan tsunami ketenagakerjaan. Peran manusia diganti tehnologi,” ujar Jusuf Rizal.
Kedua, lahirnya UU Cipta Kerja dimana sebagian pasal-pasalnya tidak berpihak kepada kepentingan para pekerja, tapi kepentingan Investasi (Investor). Salah satunya, pengusaha yang berprilaku tidak baik, dapat dengan mudah melakukan PHK atas dasar subjektifitas.
Ketiga, lemahnya pengawasan Ketenagakerjaan, baik karena faktor tidak memadainya SDM, pengusaha yang nakal, SDM yang tidak profesional (disogok,dll), serta manajemen pengawasan dan pengaduaan terhadap pelanggaran Norma Ketenagakerjaan masih lemah.
Keempat, lemahnya pemahaman para Tri Partit (Pemerintah/Disnaker, Pengusaha, dan Pekerja) terhadap pengawasan dan pengaduan masalah pelanggaran norma ketenagakerjaan. Baik karena jumlah pengawas ketenagakerjaan yang terbatas maupun karena kurangnya political will dan good will para pihak.
Kelima, masih belum maksimalnya peran para Federasi Serikat Pekerja maupun Konfederasi yang memiliki komitmen dalam membela dan memperjuangkan hak-hak para pekerja akibat pelanggaran norma ketenagakerjaan. Mencari keadilan setelah berlaku UU Cipta Kerja menjadi panjang dan mahal, karena sanksi terhadap pengusaha lemah.
“Itu semua menjadi pekerjaan besar bersama untuk mencari solusi yang solutif. Salah satunya adalah bagaimana mentransformasikan pengetahuan agar tidak tergilas revolusi industri. Meningkatkan kompetensi SDM, serta membangun sinergitas yang baik dalam tri partit,” tegas Jusuf Rizal yang juga dikenal sebagai aktivis penggiat anti-korupsi itu.
Dikatakan lewat KSPSI Institute ini, akan dilaksanakan pelatihan melalui diskusi maupun Fokus Group Discusson (FGD) guna memberi masukan dan peningkatan SDM pekerja-buruh yang profesional dan mumpuni agar dapat mendorong produktivitas menuju generasi emas 2045.