Jakarta, MitraKepolisian – Terjadi transformasi besar dan sangat drastis dalam komunikasi publik di era reformasi dibandingkan pada masa Orde Baru.
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Usman Kansong mengatakan, di masa Orde Baru semua informasi tersentralisasi di Departemen Penerangan.
Sekarang, di era reformasi yang lebih demokratis, komunikasi publik terdesentralisasi, terdistribusi atau terbagi-bagi, terserap di semua kementerian, lembaga, pemerintah pusat hingga pemerintah daerah,” tutur Usman dalam dialog Strategi Komunikasi Publik untuk Cegah Disinformasi yang disampaikan Media Center Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) – KPCPEN, Senin (27/12/2021).
Usman Kansong menilai ada tantangan tersendiri dalam komunikasi publik. Karena itu, Presiden pada tahun 2015 mengeluarkan instruksi yang menyebutkan perlunya narasi tunggal dari komunikasi publik pemerintah.
Dalam hal ini, Usman mengatakan Kominfo khususnya Ditjen Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) menjadi orkestrator dalam komunikasi publik pemerintah.
Tantangan tersebut menurut Usman, juga dihadapi dalam mengomunikasikan kepada publik program-program penanggulangan COVID-19, melalui upaya pemulihan kesehatan dan ekonomi.
“Disinformasi marak di media sosial dan Kominfo dalam hal ini bertugas sebagai leading sector dalam menanggulangi berbagai disinformasi,” tutur Usman seraya menambahkan bahwa Kominfo melakukan beberapa langkah untuk mengurangi atau mencegahnya.
Pertama, tentu saja edukasi atau literasi media. Literasi digital adalah untuk mencegah disinformasi sekaligus mengajak masyarakat untuk mengisi ruang digital dan media dengan informasi yang baik.
“Kami mengajak masyarakat untuk beretika dalam menggunakan media sosial,” ujarnya.
Selain itu, juga menyampaikan digital skill untuk mengoperasikan teknologi dengan baik, di mana dikatakan Usman, pihaknya memiliki materi dalam literasi digital terkait budaya berdigital yang sesuai dengan Pancasila, norma-norma, adat istiadat, juga kearifan lokal yang tumbuh di berbagai tempat di Indonesia. Termasuk unsur kebangsaan dan keberagaman yang menjadi budaya Indonesia.
“Kita juga sampaikan bagaimana bermedia sosial yang aman agar tidak ada tuntutan hukum di belakang hari. Di Indonesia ada beberapa undang-undang yang mengatur konten media sosial atau digital, antara lain UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik),” beber Usman.
Kedua, crawling informasi-informasi negatif di media sosial atau platfrom digital melalui perangkat yang kita sebut AIS untuk mengidentifikasi konten negatif.
Apakah itu konten pornografi, radikalisme, perjudian, ujaran kebencian, termasuk hoaks ataupun disinformasi.
Kemudian, tutur Usman, juga ada tim yang terus memantau media sosial, apakah ada konten negatif atau disinformasi, serta menerima laporan dari masyarakat apabila menemukan konten yang semacamnya.
“Kami biasanya kemudian meminta platform digital untuk men-take down disinformasi maupun informasi hoaks itu. Kami punya kerja sama yang baik dengan Facebook, Google, Twitter, Tiktok, Instagram, dan platform media digital lainnya,” kata Usman.
Ia menilai, pada 2021 pihaknya cukup berhasil mengkomunikasikan kepada publik tentang berbagai hal, misal bagaimana menangkal missinformasi.
“Di masa COVID-19 memang banyak sekali missinformasi, disinformasi, malinformasi, dan hoaks yang terkait COVID,” lanjutnya.
Berdasarkan identifikasi yang dilakukan, Usman menyebutkan bahwa disinformasi atau hoaks terbanyak adalah tentang kesehatan sehingga harus ditangkal. Namun demikian, bila dilihat statistiknya, disinformasi atau hoaks tersebut sudah menurun drastis terutama yang terkait COVID19 atau lebih khususnya, tentang vaksinasi COVID-19.
“2022, dalam upaya percepatan penyebaran atau diseminasi komunikasi publik, kami sudah merumuskan berbagai langkah dan supaya komunikasi publik yang dilakukan pemerintah lebih efektif. Misal kampanye mengajak masyarakat untuk divaksinasi, teruma lansia dan anak-anak. Ini adalah satu perubahan juga dalam komunikasi publik, dalam arti penekanannya,” ujar Usman.
Selain itu, tambahnya, juga harus menekankan sisi pemulihan ekonomi lebih besar daripada pemulihan kesehatan.
“Karena mudah-mudahan sejauh ini pemulihan kesehatan sudah berlangsung baik,” tutur Usman.
Ia menegaskan, memasuki 2022, memang harus dilakukan perubahan komunikasi publik serta strategi komunikasi publik yang ada.